MELESTARIKAN BUDAYA MELALUI WISATA BUDAYA BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT



MELESTARIKAN BUDAYA MELALUI WISATA BUDAYA BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

I.                        PENDAHULUAN

Budaya warisan nenek moyang atau leluhur kita tidak ternilai harganya, merupakan identitas bangsa. Budaya nusantara dikenal sangat unik, sangat banyak dan beraneka ragam. Karena keaneka ragaman tersebut menjadi daya tarik yang luar biasa bagi bangsa lain. Budaya nusantara harus dihormati dijaga dan sangat perlu dilestarikan agar tidak hilang untuk diwariskan kepada anak cucu kita. Hal ini menjadi tanggung jawab kita trutama generasi muda dan dari berbagai pihak tanpa kecuali.

Keragaman budaya tradisi di nusantara merupakan modal utama dalam pengembangan wisata. Oleh karena itu, melestarikan budaya melalui wisata budaya berbasis pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan. Budaya tradisi yang tumbuh, berkembang dan dijaga kelestariannya memiliki bentuk , fungsi dan kegunaan beragam satu dengan yang lainnya yang menjadi identitas dari masyarakat tersebut.

Setiap kelompok masyarakat memiliki budaya yang unik warisan dari nenek moyangnya masih dilestarikan secara konsisten oleh masyarakatnya. Budaya ini sangat menarik untuk dikembangakn menjadi modal pengembangan destinasi di Desa Wisata. Dewasa ini  Desa Wisata telah banyak tumbuh dan berkembang diberbagai daerah trutama di pulau  Jawa dan Bali. Dalam jaman gelobalisasi dan perkembangan teknologi imformatika yang sangat pesat yang didukung dengan managemen yang moderen tidak sedikit budaya tradisi mengalami pendangkalan, bahkan banyak pula mulai luntur atau hilang.

 Desa Wisata berbasis masyarakat nampaknya dapat melestarikan budaya tradisi nusantara. Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan berbagai upaya pembinaan danpengembangan budaya tradisi sesuai dengan amanat UUD 1945 yang dijabarkan dalam Undang Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan. Sesuai dengan amanat tersebut budaya tradisi perlu dikembangkan dan dikemas secara kreatif dan inovatif dalam melestarikan budaya melalui melalui wisata budaya berbasis pemberdayaan masyarakat.


      II.            WISATA BUDAYA BERBASIS MASYARAKAT

Wisata budaya berbasis masyarakat adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan  oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat wisata untuk tujuan rekreasi, mempelajari budaya dengan memanfaatkan potensi budaya yang ada. Wisata budaya berbasis masyarakat berarti perduli dengan lingkungan, sosial dan budaya, dan menempatkan masyarakat sebagai perencana, pengelola, dan sekaligus sebagai pemilik,  serta dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Pengembangan wisata budaya berbasis masyarakat mempunyai tujuan melestarikan budaya, melestarikan lingkungan, menjaga dan mengangkat citra masyarakat, bangsa, negara, dan dapat memupuk rasa cinta tanah air.

Desa wisata saat ini sedang berkembang di beberapa daerah seperti di Bali dan  Jawa trutama Jogyakarta. Desa Wisata memiliki potensi pariwisata seni budaya yang dikembangkan menjadi atraksi yang sangat menarik sebagai produk daya tarik wisata. Desa wisata agar berhasil menjadi tujuan wisatawan harus memilki keunikan yaitu atraksi yang berbeda dengan daerah lain, tersedia fasilitas yang dapat membuat wisatawan betah tinggal lebih lama, fasilitas untuk dapat berbelanja souvenir kerajinan dan kuliner yang dapat dijadikan kenang-kenangan, dan disamping itu perlu disediakan tempat untuk penukaran uang dan telekomunikasi. Desa wisata  agar berkembang baik perlu dikelola oleh  pengelola yang profesional dipilih oleh masyrakat. Disamping itu perlu ditunjang dengan infrastruktur yang memadai untuk memudahkan akses ke desa wisata.

Pembangunan pariwisata di Bali dikembangkan dengan lima komponen yaitu :    
1.      Masyrakat
2.      Akademisi
3.      Media
4.      Industri
5.      Pemerintah
Lima komponen tersebut bersinerji dilandasi dengan filosofi Tri Hita Karana. Tri Hita Karana yaitu :
1.    Keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan ( taat dengan nilai-nilai 
     ajaran agama/percaya dan taqwa kepada Tuhan YME )
2.    Keseimbangan hubungan manusia antar individu maupun dengan masyarakat      (saling hormat menghormati, tolenrasi kesetaraan, menghormati kebinekaan)
3.    Keseimbangan manusia dengan lingkungan alam (alam adalah ciptaan Tuhan 
     manuasia wajib melestarikannya)

Pengelola Pariwisata dan masyarakat wajib mewujudkan Sapta Pesona (tujuh unsur yang terkandung di dalam setiap produk pariwisata dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan kualitas produk pariwisata). Ketujuh unsur tersebut yaitu :
1.      Aman
2.      Tertib
3.      Bersih
4.       Sejuk
5.      Indah
6.      Ramah
7.      Kenangan


    III.            DESA WISATA BUDAYA PENGLIPURAN BERBASIS MASYARAKAT

Desa Wisata Penglipuran terletak di kelurahan Kubu, kecamatan Bangli, kabupaten Bangli, provinsi Bali dengan ketinggian 500-650 m di atas permukaan air laut dan koordinat GPS 8,0292893 derajat Lintang selatan, 115,03036 derajat bujur timur, dengan luas desa 112 ha.
Letak desa Wisata Penglipuran  sangat strategis berjarak sekitar 45 dari ibu kota provinsi Bali, dengan jarak tempuh dari bandara internasional Ngurah Rai sekitar 1,5jam. Desa Wisata Penglipuran merupakan lembaga adat yang disebut Desa Adat atau Desa Pekraman yang memiliki hak otonum dalam hal pelaksanaan adat dan agama,  jumlah penduduk 1008 orang, jumlah Kepala Keluarga 238 KK, dengan luas pemukiman 9 ha.

Masyarakat adat Penglipuran membangun desanya dengan konsep “ Tri Mandala “ yang membagi menjadi tiga bagian utama, yaitu Utama Mandala terletak dibagian utara untuk tempat suci (pura), Madya Mandala terletak di tengah untuk tempat pemukiman, Nista Mandala terletak paling selatan untuk tempat kuburan. Masyarakat Penglipuran dalam kehidupannya berkomitmen menjaga kesimbangan hidup untuk mencapai kedamaian berdasarkan konsep “ Tri Hita Karana “

Desa Wisata Budaya Penglipuran saat ini sedang berkembang  cukup trekenal di nusantara dan manca negara. Pembangunan Desa Wisata Budaya Penglipuran  diawali dengan semangat pelestarian budaya atau sering disebut “ Konservasi Budaya “. Konservasi budaya menjadi komitmen masyarakat Penglipuran dalam upaya pelestarian kebudayaan materiil yaitu : tataruang desa, bangunan tradisiona, rumah adat, hutan bambu, hutan kayu, dan kebudayaan non material : hukum adat, lembaga adat, kebiasaan.

Melalui pembangunan konservasi budaya, menggali potensi desa adat, dan dengan mewujudkan dan menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, dan selalu berperilaku sopan santun, desa adat Penglipuran mulai dikunjung oleh wisatawan. Wisatawan ingin melihat desa adat Penglipuran yang memiliki keunikan-keunikan seperti : tataruang desa khas Bali, bangunan tradisioanal (angkul-angkul, dapur tradisional, bale saka enam dan tempat suci masyarakat umum dan keluaraga) , adat istiadat seperti tidak boleh polygami atau poliandri, dan ditunjang dengan kebersihan, kasrian, serta lingkungan yang sejuk.

Melihat potensi ini Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli menetapkan desa adat Penglipuran sebagai obyek wisata dengan Surat Keputusan Bupati Bangli Nomor 115 tahun 1993. Sejak ditetapkannya sebagai obyek wisata, setiap wisatawan yang datang ke desa adat Penglipuran diwajibkan membayar tiket masuk dan parkir berdasarkan dengan Surat Keputusan Bupati Bangli Nomor 116 tahun 1993.

Saat itu obyek wisata Penglipuran belum dilengkapi saran prasaran dan fasilitas yang memadai (toilet umum, tempat parkir, homestay, warung makan), dan belum dikelola secara profesional oleh badan pengelola secara khusus. Sejak 1 Januari 2012 dibentuk Kelompok Sadar Wisata (pokdarwis) melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Nomor 556/557/DISBUDPAR/2012. Pada tanggal 1 Mei 2012 oleh Desa Adat  Pokdarwis ditetapkan sebagai pengelola obyek wisata. Selanjutnya tanggal 15 September 2012 Desa Adat Penglipuran mendeklarasikan obyek wisata Penglipuran sebagai Desa Wisata Berbasis Masyarakat dengan visi “ Mewujudkan Desa Wisata Berbasis Masyarakat, Berbudaya, Berwawasan Lingkungan Berdasarkan Tri Hita Karena “. Pengelola Desa Wisata mulai menyusun misi, program jangka panjang, menengah, dan jangka pendek sebagai implementasi dari visi dan sapta pesona.

Penglola Desa Wisata mulai melaksanakan tugas-tugasnya seperti berikut :
1.      Mengangkat karyawan ( petugas tiet, kebersihan, keamanan, bagian infomasi,  room boy, dan pengolah pupuk )
2.      Menata taman desa dan pengadaan sarana prasarana kebersihan.
3.      Membangun kerja sama dengan pemerintah, akdemisi, praktisi, media, BUMN, dan pemangku kepentingan lainnya.
4.      Melakukan promosi (melalui brosur, web site)
5.      Setiap tahun melaksanakan festival “ Penglipuran Village Vestival “
6.      Mengikuti diklat , seminar, FGD
7.      Pengadaan sekretariat, penataan administrasi organisasi dan keuangan.


Dngan kerja keras dan didukung oleh masyarakat Desa wisata Penglipuran berhasil meningkatkan jumlah kunjungan, melestarikan budaya, meningkatkan kesejahtraan masyarakat, dan meraih beberapa pengharaan, yaitu sebagai berikut :
1.     Penghargaan Kalpataru Tahun 1995
2.     Cipta award Tahun 2013 sebagai pemenang terbaik tingkat nasional 
     daya tarik  wisata budaya berwawasan lingkungan.
3.     Juara II Desa Wisata tingkat nasional Tahun 2014.
4.     Juara terbaik Homestay tingkat Propinsi Bali  Tanun 2015.
5.     Penghargaan Asean Homrstay Standard 2016-2018.( di serahkan di Manila Pilipina)
6.     The Top Ten Best Spiritual Hindu dan Tourism 2016.
7.     Penobatan sebagai salah satu dari tiga  Desa Terbersih di Dunia
      Tahun 2016.
8.     Penghargaan Asean Community Besed Tourism Standard 2017-2019 ( di serahkan           Singpura)

   IV.            PENUTUP

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, wisata budaya berbasis pemberdayaan masyarakat dapat dan mampu melestarikan budaya, sumberdaya alam, lingkungan, meningkatkan kesejahtraan masyarakat, mengangkat citra bangsa.


                       




           





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Lembaga Desa Pakraman/Adat dalam Pelestarian Desa Tradisional Penglipuran Kubu Kabupaten Bangli

Daya Tarik Wisata Di Kecamatan Bangli Kab. Bangli